Lompat ke isi utama

Berita

Menjadi ‘Kaliber’ di Masa Pilkada

Menjadi ‘Kaliber’ di Masa Pilkada

Oleh : Jumhar Malik (Anggota Panwaslu Kecamatan Pulau Hiri)

Berbicara mengenai demokrasi, barangkali yang pertama kali muncul dibenak kita adalah sebuah paham kebebasan yang berorentasi terhadap rakyat. Itu sebabnya, Abraham Lincoln meletakkan dimensi ini ke dalam system pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang pelaksanaannya dilegalkan oleh UUD 1945 sebagai puncak dari seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Gagasan Abraham Lincoln ini tentu saja bermuara pada perwujudan rakyat untuk memilih pemimpin yang mampu membawa amanah rakyat. Di dalam rangka melaksanakan amanah itu, maka pada pasal 1 pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan tentang azas kedaulatan rakyat yang tercermin di dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara demokratis sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2016.

Dengan kata lain, rakyatlah yang memilik kekuasaan tertinggi dalam menentukan corak dan pemimpin yang dipilih. Rakyat jugalah yang menentukan apa tujuan yang akan dicapai dalam proses demokrasi. Dalam definisi yang lain, C. F. Strong dalam buku ‘Modern Political Constitution’ berpendapat, kedaulatan adalah kekuasaan untuk membentuk hukum serta kekuasaan untuk memaksakan pelaksanaanya.  

Dalam konteks ini, saya akan focus membahas mengenai pesta rakyat yang akan dihelat secara serentak pada 9 Desember 2020 dan deklarasi Kampung Pemilihan Bermartabat (Kaliber) sebagai benteng pengawasan partisipatif masyarakat. Tentu saja konotasi kata ‘Pesta’ tidak hanya bisa dilekatkan dengan perayaan semata. Karena seringkali saat ‘Pesta’ dilangsungkan, situasi yang buruk kadang-kadang bisa terjadi. (ada perkelahian dan pelanggaran hukum di sana). Karena itu, ‘Kaliber’ digadang-gadangkan bisa menjadi role model sebagai Kelurahan terdamai dan ternyaman dikala musim pesta demokrasi tiba.

Karena itu, dari 270 Daerah yang melaksanakan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2020 dengan rincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota. Kota Ternate Provinsi Maluku Utara adalah salah satu Kota yang juga ikut menjalankan agenda pemilihan tersebut. Agak berbeda memang, karena Pilkada kali ini dilaksanakan ditengah-tengah masa pandemic Covid-19. Tahapan Pilkada tentu saja menguji kesabaran dan integritas lembaga penyelenggara maupun lembaga pengawas pemilu. Karena selain focus pada agenda pemilihan, dua lembaga Negara yang diberi mandate untuk melaksanakan dan mengawasi Pilkada serentak tahun 2020 ini juga dalam menjalankan tugasnya harus mematuhi protokol kesehatan seperti jaga jarak, memakai masker, cuci tangan dan sebisa mungkin menjauhi kerumunan.

Dalam catatan historiografi pasca revormasi. Sejak kran demokrasi dibuka. Kala itu liberalisasi politik mengalir deras pemicu tingginya tensi hasrat penguasa. Pada kisah-kisah yang sudah lama pernah tercatat menyebutkan, semangat partisipasi public mengontrol roda kekuasaan nyaris tak berbuah baik. Bahkan hitam putih potret demokrasi yang terekam selama ini masih menjadi gambaran nyata, bahwa capaian demokrasi masih jauh dari harapan, bahkan masih timpang.

Ironinya, saat kekuasaan formal kian mendapat reaksi negatif dan distrust dari rakyat, ada saja oknum-oknum politisi yang enggan membenahi diri. Parahnya lagi, mobilitas politik dan hasrat kuasa semakin hari makin menjadi-jadi. Bahkan gugatan mengenai komitmen menjalankan mandatoris rakyat, merosotnya etika politik, dan alpa terhadap tanggung jawab moral rakyat justru berjalan bak angin lalu. Kemudian di hari berikutnya, suara dan aspirasi rakyat lalu dijadikan sekedar dukungan kuantitas dan berhenti saat proses ‘Pesta’ rakyat usai. Kita seperti terjerumus dan tidak bisa keluar dari pola transaksional politik, manipulasi suara, dan sederet tindakan kotor lainya.

Dengan kesadaran inilah, sehingga pada 15 Juli 2020 lalu. Bawaslu Kota Ternate bersama masyarakat di Kecamatan Pulau Hiri melaunching Kelurahan Tafraka sebagai satu-satuny Kampung Pemilihan Bermartabat (Kaliber) di Kecamatan Pulau Hiri dengan tetap patuh terhadap protokol kesehatan yang berlaku. Bahkan dari atas Podium, M. Ali Suaib, salah satu Tokoh Masyarakat Kelurahan Tafraka saat didaulat memberikan sambutan, berpidato dengan suara lantang dengan gaya bahasa seperti penyair.

“Saya ucapkan terima kasih setinggi-tingginya seperti bintang dilangit, dan sedalam-dalamnya seperti mutiara didasar laut, dengan hadirnya Kampung Pemilih Bermartabat, kualitas demokrasi dalam kehidupan masyarakat di Kota Ternate Khususnya, Pulau Hiri akan lebih baik, ketimbang  pada masa pilkada di tahun 2015,” kata Suaib.

Menurut Suaib, spirit pengawasan partisipatif yang diletakkan di Kelurahan Tafraka akan menjadi sebuah tata nilai dalam rangka mewujudkan kesadaran masyarakat sebagai pemilih yang cerdas dan bermartabat. Ia yakin, masyarakat di Kecamatan Pulau Hiri akan berpartisipasi dalam mewujudkan pemilihan secara bermartabat. Di atas podium yang sama, ikrar atau deklarasi ‘Kaliber’ juga mereka bacakan. Mereka sudah yakin dan sudah meneguhkan niat untuk meningkatkan kualitas demokrasi melalui proses Pilkada serentak tahun 2020 di Kota Ternate.

“Ke Satu. Kami senantiasa akan merawat silaturahmi dan persaudaraan diantara sesama warga meski berbeda pilihan. Kedua, Tolak dan lawan praktek politik uang karena merusak harga diri pemilih dan martabat negeri. Ketiga, Menjaga integritas penyelenggaraan pilkada dari praktek manipulasi dan kecurangan. Keempat, Bergandeng tangan bersama Bawaslu dan Panwaslu mewujudkan pemilihan yang bermartabat,” begitulah bunyi Deklarasi yang mereka bacakan secara beramai-ramai.

Mereka yakin, bahwa Pilkada bukan hanya menjadi tanggung jawab KPU, Bawaslu, aparat keamanan juga Pemerintah Kota melainkan proses ‘Pesta’ rakyat ini akan menjadi tanggungjawab bersama. Sebab rakyatlah yang akan menentukan siapa pemimpin yang akan dipilih. Karena itu, rakyat Kelurahan Tafraka Kecamatan Pulau Hiri bersepakat untuk menjadikan Kelurahan Tafraka sebagai benteng pertahan dari para perusak moral demokrasi Bangsa ini dengan cara menjegah penyebaran isu dan politisasi SARA, ujaran kebencian, informasi hoax serta praktek kejahatan Pilkada lainya. Juga memastikan agar setiap warga Negara yang berdomisili di Kecamatan Hiri tidak kehilangan hak konstitusinya.

Kenapa itu dilakukan, karena di dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2016, di dalam pasal 187 huru (a) menyebutkan, setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunkan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksudpada pasal 73 ayat 4 dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak 1.000.000.000.