Lompat ke isi utama

Berita

Membingkai Demokrasi Dengan ‘Adat Se Atorang’

Membingkai Demokrasi Dengan ‘Adat Se Atorang’
\n

Oleh : Jumhar Malik

\n\n\n\n

Di Indonesia, salah satu wujud kedaulatan rakyat diimplementasikan melalui pemilihan umum (pemilu). Itu sebabnya demokrasi memberikan kesempatan kepada semua warga bangsa untuk menggunakan hak yang sama yakni hak untuk memilih dan dipilih. Saluran inilah yang akan membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh legitimasi rakyat.

\n\n\n\n

Dan untuk melahirkan pemilu yang berkualitas, tentu akan ada banyak tantangan yang dihadapi mulai dari masalah teknis persiapan pemilu, masalah partisipasi pemilih, transparansi, tata kelola pemilu yang akuntabel, dan sederet potensi masalah pada tahapan kampanye hingga pungut hitung nanti. Kita punya banyak catatan hitam setelah lima kali melaksanakan pemilu secara langsung berturut-turut sejak tahun 1999. Tentu saja catatan hitam itu tidak lagi kita inginkan muncul pada perhelatan politik akbar secara serentak pada tahun 2024 mendatang.

\n\n\n\n

Kita semua ingin pemilu serentak tahun 2024 nanti berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Karenanya kita membutuhkan sebuah benteng yang kokoh dan tidak mudah goyah. Sebuah alternatif pengawasan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan hukum adat, atau dalam istilah orang Ternate adalah ‘Adat Se Atorang’.

\n\n\n\n

Lantas mengapa harus menggunakan pendekatan ini? Karena ‘Adat Se Atorang’ merupakan perilaku manusia yang mengandung nilai untuk dijadikan basis pijakan dalam mengatur perilaku kelompok masyarakat. Selain itu, ‘Adat Se Atorang’ merupakan produk hukum yang digunakan warga adat Ternate untuk memperoleh jaminan kepastian hukum guna terpeliharanya keseimbangan jasmani dan rohani.

\n\n\n\n

Sebagai pengawas pemilu di tingkat Kecamatan, kami menyadari bahwa untuk membangun benteng yang kokoh seperti ini tidaklah mudah. Butuh kerja keras, kerja otak, dan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan. Karena itulah, setelah kami dilantik sebagai anggota Panwaslu Pulau Hiri, kami memulai membangun benteng itu melalui kerja-kerja kolaborasi dengan Pemerintah Kecamatan dan sejumlah tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, perangkat adat kesultanan dan pengurus PKK Kecamatan Pulau Hiri.

\n\n\n\n

Saya ingat pernyataan Camat Pulau Hiri, Irwan Bakar. Menurut dia, menjaga nilai dasar ‘Adat Se Atorang’ sama halnya dengan menjaga nilai dasar demokrasi. Objeknya sama-sama masyarakat. Karena pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang harus menjaga kedaulatannya.

\n\n\n\n

Penerapan Adat Se Atorang’ sebagai basis pijak menjaga kehormatan demokrasi memang masih cukup relevan. Ini karena mayoritas penduduk di Kecamatan Pulau Hiri merupakan warga adat Kesultanan Ternate, yang setiap aktivitasnya tidak hanya diikat oleh hukum positif, melainkan masih sangat kuat pengaruh hukum adat di wilayah tersebut.

\n\n\n\n

Karena itu, di dalam kegiatan sosialisasi tersebut Panwaslu Kecamatan Pulau Hiri mengingatkan kepada publik Hiri mengenai bahaya politik uang, Isu Sara, Ujaran Kebencian dan Informasi Hoax. Tiga hal ini merupakan ancam yang berpotensi terjadi pada setiap tahapan pemilu serentak tahun 2024. Olehnya itu, guna mengefektifkan kerja-kerja pencegahan dan pengawasan potensi pelanggaran di Pulau Hiri, masyarakat diharapkan dapat ikut berpartisipasi, terutama pada tahapan Pemutakhiran Daftar Pemilih, Penetapan Daftar Calon Pemilih Sementara dan Penetapan Daftar Calon Pemilih Tetap.

\n\n\n\n

Di tahapan pemutakhiran daftar pemilih, potensi pelanggaran yang seringkali muncul adalah proses yang inprosedural dan tidak sesuai jadwal, nama pemilih ganda, proses pencoklitan yang tidak menyeluruh, dan minimnya partisipasi stakeholder dalam pengawasan. Karenanya, publik di Kecamatan Pulau Hiri diharapkan dapat berperan aktif dalam bentuk pengawasan partisipatif. Ini dilakukan dalam rangka menjaga kualitas pemilu yang jujur, adil, bebas, rahasia. Karena pemilu yang berkualitas akan melahirkan pemimpin yang berkualitas. [**]

\n