Lompat ke isi utama

Berita

CAHAYA DARI TADENAS

CAHAYA DARI TADENAS

Oleh : Rusly Saraha, SE., M.AP (Anggota Bawaslu Kota Ternate)

Titik keempat itu Moti. Kami bergegas dari pagi, kamis dua puluh tiga Juli. Di Tadenas, penyambutan itu bermula. Tarian soya-soya menggema, sekitar tujuh anak lelaki usia sekolah dasar merajut hentakan kaki. Ini tarian khusus dipersembahkan untuk menyambut para tamu. Setelahnya ada kalungan bunga, rombongan yang hadir selain kami dari Bawaslu Kota Ternate juga terdapat Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Muksin Amrin dan Kordiv Pengawasan Hj. Masita Nawawi Gani.

Bawaslu tak sendiri, bersama kami juga datang Asisten III Walikota Ternate, Tamrin Alwi serta yang  istimewa adalah Kapolres Aditya Laksimada dan Dandim R. Mochammad Iskandarmanto. Baik Kapolres maupun Dandim baru sekali ini menginjakkan kaki di Pulau Moti. Ajun Komisaris Besar Polisi Aditya baru dua bulan menjabat Kapolres menggantikan komandan hebat Azhari Juanda. Sedangkan Letkol. Iskandarmanto baru dua minggu mendekap posisinya sebagai Dandim 1501 Ternate-Halmahera Barat.

Pagelaran acara ini dilakukan di halaman Masjid Tadenas. Pemuda-pemudi Tadenas bersama Panwascam dan PPL yang bersatu padu dengan Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan, juga aparat TNI dan POLRI menyulap halaman masjid yang agung ini dengan tenda dan panggung dari kayu. Mereka bergotong-royong sejak beberapa hari, dalam keringat yang meleleh dan spirit yang kuat tertoreh. Kampung dirapikan, bersih bersinar. Empat baliho pengawasan dipasang, Camat Djabid Kaidati ikut berbaur bersama warga dalam memasang baliho-baliho itu di hari-hari menjelang acara. Bendera pelangi berjejer manja, angin sepoi meniupnya dengan cinta.

Rabu sore pemuda Tadenas meracik panggung utama. Sound system di pasang, ornamen pemanis terbentang. Mereka terus menatap, juga ikut menata. Jelang maghrib, ada yang terlupa. Tanaman-tanaman segar belum tiba di arena. Beberapa orang menghela langkah, dengan secepat kilat anakan pohon pinang menjadi sasaran. Sekitar sepuluh pohon pinang kecil dengan tinggi lima puluh centimeter itu ikut berpartisipasi. Di panggung bagian muka, tanaman ini berdiri segar sambil menebarkan senyumnya yang mempesona.

Saya menikmati keindahan, juga kemegahan itu. Seraya menatap hati dengan penuh keyakinan, jika pemuda telah bersatu, tak ada sesuatupun yang bisa menghalanginya. Kamis pagi sekitar pukul sepuluh, MC memulai acara. Tiga gadis kecil berbaju merah dengan padanan jilbab kuning menyita perhatian. Di panggung, ketiganya berekspresi dalam baca puisi. Saya ikut terkaget, sebab puisi yang dibacakan berjudul “Syair Tahta Sang Kapita”, dibaca dengan irama yang khas mereka. Puisi ini ditulis pada November 2018 untuk menghormati kepiawaian Kaicil Rade, Kapita Lau Kesultanan Tidore yang teguh menjaga mata hati dan integritasnya dari silau rayu kekuasaan. Usai ketiganya membaca, Agief Nassau, tokoh pemuda di Tadenas mendekati dan berbisik ke saya “torang izin suruh ade-ade baca  puisi tadi..”. Saya tersenyum tipis dengan jempol tebal melambai dihadapannya sambil menjawab “assiaap”.

Hujan tetiba menghentak perlahan, mengawal Ketua Pemuda Tadenas, Irfan Ilyas menuju podium. Ia berpidato mengulas rasa bangga sebab kampungnya menjadi salah satu basis Kaliber (Kampung Pemilihan Bermartabat) pada momentum Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Ternate tahun 2020. Irfan menabur spirit, juga memantik jejak leluhur Kie Raha yang menyatukan kesepakatan suci  menolak jalan pertikaian yang tertuang dalam konfederasi Moti.

Konfederasi Moti Statend Verbond merupakan konferensi yang dilakukan oleh empat kolano di wilayah Moloku Kie Raha, yakni Kerajaan Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Agenda ini diinisiasi oleh Kolano Sida Arif Malamo dari Ternate yang melihat ada sinyal-sinyal pertikaian antar kerajaan. Arif Malamo menangkap itu sebagai potensi rawan, ia dengan segala sikap kenegarawannya menyusun langkah preventif pada tahun 1322.

Moti menjadi lokasi pertemuan itu, sebab kawasan ini bisa jadi merupakan kawasan paling strategis, tenang dan nyaman serta sangat representatif dan diterima oleh penguasa di empat kerajaan. Dalam buku “Kepulauan rempah – rempah” , Adnan Amal mengulas dampak baik konfederasi ini sebagaimana ia kutif dari F.S.A de Clerq “sisi positif dan implementasi hasil-hasil keputusan pertemuan Moti adalah redanya ketegangan  antara kerajaan peserta, penyeragaman lembaga-lembaga kerajaan dan lembaga pemerintahan dari pusat sampai ke daerah-daerah”.

Amal melanjutkan semenjak 1322 itu, kawasan Maluku mengalami masa damai dan aman dari berbagai intrik politik, ambisi dan permusuhan yang menggelayut di kepala para anggotanya. Nasaruddin Amin dalam whatsappnya kepada saya menulis catatan penting perihal Motir Verbond ini “Di dalam konferensi suci itu melahirkan perjanjian antar empat kerajaan yang isinya mengatur tentang perdamaian, kesepakatan batas wilayah, tidak boleh saling menyerang antar satu dengan yang lain, tidak diperbolehkannya memonopoli perdagangan dan membendung ekspansi imperialisme Eropa yang datang”.

Sejenak dalam dekap tenang, kita akan memaklumi bahwa jazirah ini telah menumpahkan jejak-jejak peradaban yang telah mengakar kuat semenjak dahulu kala. Di Abad 14, tatkala Eropa masih terjebak dalam dark ages (zaman kegelapan), para pemimpin di jazirah Kie Raha telah menunjukkan kelasnya sebagai penabur benih peradaban yang harmoni. Betapa jalan padu sinergi merupakan sebuah pilihan tepat untuk menjembatani berbagai kepentingan politik dan ekonomi yang bergentayangan antar kerajaan.

Pada sisi itu Kolano Ternate, Sida Arif  Malamo telah menunjukkan kelasnya sebagai seorang pemimpin hebat. Betapa insiatif baik yang datang dari sikap rendah hati seorang pemimpin yang mengutamakan terjaganya hubungan perdamaian antar negara telah menerima ruang tepatnya. Sida Arif seolah menghamparkan peradaban tinggi yang tumbuh subur di jazirah ini sekaligus membawa kita pada kesan bahwa ruang hidup damai dengan pemimpinnya yang menjaga kesejukan adalah titik utama untuk memulai proses perwujudan hidup adil sejahtera bagi rakyat.

Saya benar-benar menghirup aroma itu di Moti, sewangi partisipasi aktif  seluruh warga Tadenas dalam menjadikan kampungnya sebagai salah satu basis Kaliber. Usai ketua Pemuda Irfan berpidato, Lurah Ramli Ismail juga Asisten 3 Tamrin Alwi mengungkap jejak silam Moti Verbond yang menjadi spirit terbaik. Senada itu Ketua Bawaslu Ternate, Kifli Sahlan yang adalah Putra Moti mengabarkan bahwa pakta suci Moti Verbond menjadi amanah luhur yang mesti terus dipelihara, apalagi menghadapi momentum Pilkada tahun 2020.

Di podium terakhir, datang giliran ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara. Dalam guyuran hujan yang mengalir sepenuh berkah itu, Muksin meminta warga di Moti dan khususnya Tadenas agar menjadi payung penyejuk suasana demokrasi bermartabat di Kota Ternate. Hal itu dimulai dengan kemandirian warga pemilih yang dapat menyalurkan hak pilihnya tanpa intimidasi. Komisioner Bawaslu Provinsi dua periode ini menegaskan beberapa poin deklarasi Kaliber yang dibacakan warga sebagai acuan yang mesti tertanam, terutama terkait sikap menghargai pilihan masing-masing. “Jangan sampe gara-gara Pilkada, diantara tetangga lemon saja torang so tarabisa baku kase”

Dalam pidatonya, Muksin juga mempertegas upaya bersama untuk menangkal praktek keji politik uang. “Selama ini persepsi warga terhadap calon itu masih berkaitan dengan berapa jumlah fulusnya”.  Bacaan fakta yang disodorkan Komandan Pengawas Pemilu Maluku Utara itu seolah memberikan isyarat bahwa visi, misi calon juga rekam jejak, kapasitas intelektual dan integritas masih belum yang utama. Padahal standar pengetahuan warga pemilih terhadap rekam jejak, visi misi, kompetensi dan integritas seorang calon merupakan prasyarat wajib yang mesti diketahui sebelum menentukan pilihan, bukan soal seberapa besar isi kantong maupun koper.

Kita seolah terjebak pada jebakan para pemodal yang telah menguasai segala lini kontestasi demokrasi. Betapa isi kepala, pikiran dan persepsi warga pemilih masih berkutat soal uang. Momentum Pemilu/ Pilkada menjadi suatu kesempatan tepat untuk meraup uang secara instan hanya dalam satu hentakan mata. Uang seolah telah menjadi “tuhan” dan seketika berubah menjadi hantu yang memburu ke segala penjuru jiwa-jiwa pemilih, ia menentukan pilihan dan suara. Padahal fakta telah mengulas banyak ceritra tentang kandidat-kandidat yang paling sering bermain uang pada Pemilu/ Pilkada adalah mereka yang paling minim menguras otak, pikiran dan tanggung jawab untuk mengurus hajat hidup rakyat setelah mereka terpilih.

Itu pula yang membuat Asisten 3 Tamrin Alwi memberi titik tebal bahwa siapa saja yang merendahkan diri dengan terlibat politik uang, maka dia telah meruntuhkan kesepakatan suci leluhur dalam konfederasi Moti. Karena itu, maka pilihan untuk menjaga kampung dari bahaya serangan politik uang adalah langkah terbaik menjaga harga diri dan martabat kampung sebagaimana naskah deklarasi yang disuarakan bersama oleh warga Tadenas dan Moti pada hari Deklarasi Kaliber itu.

Lima poin didalam naskah deklarasi itu berisi kesepakatan bersama untuk menghormati perbedaan pilihan, perlawanan terhadap politik uang, menghindari penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian, melawan praktek kecurangan, dan dukungan bersama warga dalam mengawasi Pilkada 2020 agar berlangsung secara bermartabat. Naskah itu dibaca, lalu ditandatangani oleh tokoh masyarakat di Tadenas Moti yang diiringi secara simbolik dengan pukul tifa bersama sebagai penanda Launching.

Usai gemuruh tifa, waktu masih tersisa. Kordiv Pengawasan Bawaslu Maluku Utara, Hj. Masita berkesempatan memegang gunting dalam proses potong pita. Kami bergegas ke sebuah teras rumah dekat lokasi acara. Disini berdiri sebuah Pojok Pengawasan pertama di Indonesia yang posisinya berada di Kampung. Selama ini, Pojok Pengawasan yang merupakan media interaksi warga dengan Pengawas Pemilu untuk mengakses data dan informasi Pemilu/ Pilkada hanya berada di kantor Bawaslu RI, Provinsi maupun Kabupaten/ Kota.

Kali ini kita membalikkan situasinya. Bahwa interaksi warga dengan pengawas Pemilu itu mesti harus dimulai dari bawah. Kampung harus menjadi contoh wajah baik proses Pilkada yang terbuka dan partisipatif.  Pengawas Pemilu harus benar-benar menerjunkan diri sebagai tutor,mengutip kata-kata sosiolog Herman Oesman. Jika jejak edukasi itu benar-benar tertumpah di kampung, maka sungguh kita akan menerima cahaya besar dari sebuah wajah Pilkada 2020 yang bermartabat.