Lompat ke isi utama

Berita

Bangun Kesadaran Politik, Jauhi Politik Identitas

Bangun Kesadaran Politik, Jauhi Politik Identitas
\n

TERNATE - Baru-baru ini Komunitas Literasi Loga-Loga Halmahera-Ternate menggelar dialog publik dengan tajuk : Antisipasi Politik Identitas 2024. Dialog ini dipusatkan di meeting room iNBCL-Ternate yang beralamat di Jalan K.H. Ahmad Dahlan, Kelurahan Sasa, Kecamatan Ternate Selatan.

\n\n\n\n

Dialog ini menghadirkan mantan Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara Muksin Amrin, dan Anggota Bawaslu Kota Ternate yang membidangi Divisi Hukum Pencegahan, Parmas dan Humas, Rusly Saraha, sebagai narasumber. 

\n\n\n\n

Rusly Saraha mengawali dialog dengan mengutip tulisan dari Muksin Sirfefa yang mengutip Sosiolog Spanyol, Manuel Castells. Dalam tulisan itu menyebut Identitas adalah sumber makna jati diri dan pengalaman seseorang (Identity is people’s resource of meaning and experience). “kata Castells, Identitas sebagai sesuatu yang melekat di dalam diri seseorang semenjak lahir maupun melekatkan hatinya dengan peristiwa-peristiwa yang dilewati oleh orang komunitas tertentu,” papar Rusly Saraha.

\n\n\n\n

Karena identitas itu bawaan lahir dan pengalaman, maka ia selalu dikenang, bahkan dalam situasi tertentu sulit dilepaskan. Situasi ini memberi ruang terbaik bagi kerja-kerja politik dengan polarisasi pembelaan konflik di masyarakat.

\n\n\n\n

Namun sering karena ada kelompok yang berbeda suku, etnis dan primordialisme sehingga politik identitas digunakan untuk saling menghakimi antara kelompok yang berbeda pilihan politik. “Sehingga harapannya tugas intelektual atau mahasiswa harus membangun pendidikan politik yang berorientasi pada kesadaran politik di masyarakat,” tutupnya.

\n\n\n\n

Sementara mantan Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara Muksin Amrin menyampaikan bahwa diskursus politik identitas adalah bahan wacana klasik. Karena itu di Indonesia setiap kali Pemilu dilaksanakan, wacana politik identitas pasti akan muncul baik pada ruang-ruang diskusi para elit politik di Jakarta maupun pada ruang akademis. 

\n\n\n\n

“Pertanyaan apakah politik identitas itu dilarang ? Karena sampai sekarang belum ada regulasi yang mengatur bahwa politik identitas itu dilarang, ini berhubungan dengan hak konstitusional setiap warga. Tetapi politik identitas sering muncul ketika ada kelompok tertentu mengatasnamakan sebagai kelompok identitas. Contoh pada Pilkada Maluku Utara tahun 2007 dimana perang Pilkada terlama di Indonesia,” katanya lagi.

\n\n\n\n

“Namun elit politik selalu memanfaatkan kekuatan politik identitas sebagai kemudahan di setiap momentum pemilihan atau pilkada. Sehingga, persoalanya ada pada perekrutan kader partai yang harus berbasis akademik,” sambungnya.

\n\n\n\n

Karena itu, ia masyarakat harus bisa menerima perbedaan, jangan jangan terjebak dengan primordial dan pragmatis. “Karena membangun demokrasi yang ideal harus ada legitimasi politik dan konferensi publik,” jelas Muksin. (HBT)

\n\n\n\n

Penulis : Zulkifli Leme

\n\n\n\n

Editor : Nasarudin Amin

\n\n\n\n

Foto : Zulkifli Leme

\n