Afifudin : Pojok Pengawasan Pertama Diluar Kantor Bawaslu Ada di Ternate
|
TERNATE – Kordinator Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu RI, Mochammad Afifudin mengaku pojok pengawasan pertama di luar Sekretariat Bawaslu hanya ada di Kota Ternate. Di daerah lain belum memiliki pojok pengawasan seperti yang digagas Bawaslu Kota Ternate bersama jajaran ad hoc. Itu disampaikan saat ia meresmikan Pojok Pengawasan di Kelurahan Sangaji serta mengukuhkan 40 relawan pengawas partisipatif, Sabtu (12/9/2020).
Dikatakan, partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pengawasan pemilihan sudah lama digagasan Bawaslu. Poinnya kata dia, pelibatan masyarakat dalam mengawal proses demokrasi merupakan kunci berjalanya pemilu yang demokrasi, jujur, adil dan berintegritas.
“Selama tiga tahun di Bawaslu, dan saya sudah lupa berapa kali saya meresmikan pojok pengawasan, termasuk pojok pengawasan kota ternate dulu saya yang meresmikan. Menurut saya selain yang kemarin, ini merupakan pojok pengawasan pertama yang ada di luar lingkungan Kantor Bawaslu, pojok pengawasan ini adalah salah satu program yang menjadi ide kita untuk melekatkan pengawas dengan masyarakat,” katanya.
Dikatakan, masyarakat Indonesia, termasuk di Ternate punya kebisaan berkumpul, ngopi sambil ngobrol seputar masalah yang dihadapi. Itu menurutnya merupakan sebagian dari kekayaan bangsa ini. Dan dalam konteks pilkada kata dia, kerja-kerja pengawasan adalah kerja bersama, tidak boleh dilakukan sendiri-sendiri. “Makanya perlu bersama-sama, bersama anak mudah, tokoh agama, tokoh masyrayakat untuk menjaga ini,” ucapnya.
Ia berharap, dengan adanya pojok pengawasan di luar Sekretariat Bawaslu Kota Ternate, paling tidak segala bentuk kecurangan atau pelanggaran Pilkada dapat diminimalisir. “Kalau dibuat nol kan susah. Namnaya sebuah proses kita hidup dalam keseharian saja ada kesalahan baik yang sengaja maupun tidak, apalagi dalam proses perlombaan, main bola, lomba catur segala macam kadang-kadang tetap saja ada upaya-upaya untuk curang. Tapi bagaimana kecurangan itu d kita tekan semini mungkin. Salah satu caranya menyatukan kebersamaan antara pengawas dengan masyarakat sehingga tidak ada jarak,” pintanya.
Pengawas kata dia, bukan pejabat yang hanya duduk di kantor, harus berani turun bersama masayrakat. “Dan kalau saya membayangkan ini, kebersamaan menyatunya banyak factor, misalnya perpustakaan keliling ini menarik menurut saya. Tempat seperti ini sebenarnya hal-hal yang kita bisa membumikan apa saja yang benar-benar mau diobrolkan. Itu bisa kita obrolin misalnya tentang kenapa sih kita dilarang melakukan suap politik uang? Kenapa sih kita dilarang melakukan apa yang kita sebut melanggar peraturan pilkada? Kenapa kita tidak boleh memberikan informasi bohong? Kenapa kita tidak boleh berantam dengan tetangga hanya karena beda pilihan? Ini penting kita obrolkan, sambil ngopi, sambil santai, setelah beraktivitas, jadi menyatu membumi antara masayrakat dengan pengawas tidak hanya objek, tadi juga jadi aktov (subjek),” ungkapnya.
Ia berharap, masyarakat Ternate tidak lagi menjadi objek yang diawasi, tetapi juga menjadi subjek yang mengawasi secara partisipatif. “Kita bukan saja objek yang diawasi orang lain, kita mengawasi orang lain, apa yang kita lakukan ini untuk kebaikan, tidak untuk persekongkolan jahat. Kalau proses pilkada berjalan dengan baik, pengawasanya baik, maka hasilnya akan maskimal, hasilnya tidak akan disoal,” singkatnya. (HBT)
Penulis : Nasarudin Amin
Foto : Humas Bawaslu Kota Ternate